ARTIKEL SAPI POTONG
SAPI POTONG
SEJARAH SINGKAT BUDIDAYA TERNAK SAPI POTONG
Sapi
potong merupakan jenis ternak yang mempunyai nilai jual tinggi diantara ternak
ternak lainnya. Pada umumnya masyarakat membutuhkan hewan ini untuk dikonsumsi,
karena kandungan proteinnya dari dagingnya yang tinggi, dan juga sebagai sumber
susu, kulit, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya yang di manfaatkan oleh
manusia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut ketersediaan
daging yang juga meningkat, oleh karena itu usaha sapi potong merupakan salah
satu usaha yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan
daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari
famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika
(Syncherus), dan anoa. Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM.
Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika
dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India
dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat
pembiakan sapi Ongole murni. Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu
genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen.
Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah
Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai
dengan iklim dan kondisi di Indonesia. Sapi yang ada sekarang
ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada babak Palaeoceen.
Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di India.
2.SENTRAPETERNAKANSAPI
Sentra peternakan sapi di Indonesia diantaranya sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi. Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang.
Sentra peternakan sapi di Indonesia diantaranya sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi. Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang.
3.JENIS
Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara Ada banyak
sekali bangsa sapi yg kita kenal, namun secara umum ada 3 rumpun (ras) sapi,
sbb sob:
Bos Taurus (bangsa sapi yang berasal dari Inggris dan
Eropa selatan)
Bos Indicus (bangsa sapi yang berasal dari Asia dan
Africa)
Bos Sondaicus (bangsa sapi yang terdapat di
semenanjung Malaya dan Indonesia)
Bangsa-bangsa sapi dari Inggris
Dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi dari Eropa selatan,
bangsa-bangsa sapi Inggris umumnnya menunjukkan ciri-ciri sbb:
- Lebih
cepat dewasa (secara seksual) dan menjadi gemuk lebih awal
- Tidak
tumbuh secara cepat dan bobot dewasanya (maksimal) lebih sedikit
- Ototnya
lebih sedikit
- Fertilitas
tinggi
- Beranaknya
lebih cepat
Dengan karakteristiknya tsb, bangsa sapi inggris
dipertimbangkan sebagai bangsa induk dalam proses persilangan, karena
diharapkan sapi bangsa inggris tersebut bisa menyumbangkan sifat-sifat yang
dianggap penting nagi induk pedaging yang produktif...
Beberapa bangsa sapi Inggris
antara lain Angus, Galloway, Balted Galloway, Hereford, Polled Hereford,
Shothorn dan Polled Shothorn... dari sekian banyak itu yang paling popular
dikalangan peternak di Indonesia adalah jenis Sapi Angus dan turunan silang
dari sapi Angus…
Sapi Angus, ciri utamannya tubuh berwarna hitam dan tidak bertanduk
|

Sapi Angus ini berasal dari daerah Skotlandia bagian timur laut yaitu
daerah Abeerdeon, Banff, Kencardine, dan Angus. Sapi ini berwarna hitam dan
tidak bertanduk, tubuh pendek, postur yang dalam, punggungnya lurus, loin lebar
dan tertutup dengan baik. Berat induk dewasa rata-rata 1.000 lbs (453.4 kg)
dengan produksi susu yang baik. Angus betina mengungguli bangsa-bangsa lain
dalam hal fertilitas (kesuburan) dan kemudahan dalam beranak.
Bangsa sapi Angus ini hampir
murni untuk sifat tak bertanduk dan Angus jantan dapat diharapkan menghasilkan
keturunan 100% tak bertanduk. Sapi Angus membawa gen merah resesif. Pedhet sapi
Angus secara cepat menjadi gemuk dan tingkat grade choice tercapai pada bobot
badan yang relatif ringan. Untuk dagingnya, sapi Angus ini sendiri lebih
marbling (berlemak) dari pada daging sapi jenis lainnya. Artinya tingkatan
kualitas daging sapi Angus acap kali lebih tinggi dibanding sapi bangsa lain.
![]() |
peternakan sapi Eropa daratan dgn iklim yg lebih hangat dibanding
Britania
|
Bangsa-bangsa sapi
Eropa daratan
Bangsa-bangsa sapi dari Eropa
daratan pada umumnya lebih muscling (berotot) daripada bangsa sapi dari
Inggris, serta memiliki kemampuan produksi daging yang diatas rata-rata bangsa
sapi dari daerah lain. Beberapa bangsa sapi Eropa daratan antara lain : Aubrac,
Europian Friesian, Charolais, Chianina, Limousin, Maine-Anjou, Marhigiana, dan
Simmental. Di Indonesia bangsa yang paling jamak dikenal oleh masyarakat adalah
bangsa Friesian, Limousin, dan Simmental.
Sapi Europian Friesian atau
Friesian Holstein, atau populer disebut sapi FH dan dikalangan peternak jawa
disebut dengan Sapi Ndawuk, merupakan bangsa yang paling populer di Eropa
bersama-sama dengan Simmental. Sapi FH ini memilik tubuh yang besar, perototan
yang kuat, dan matang secara seksual lebih dini, mampu memproduksi susu dalam
jumlah yang banyak tetapi pertumbuhan dan perototannya kurang berkembang.
Melihat karakteristik tersebut, maka sapi FH cenderung lebih dipertimbangkan
sebagai Induk daripada sebagai bangsa pejantan. Berat dewasa sekitar 1.350 lbs
(612 kg) dan mencapai grade choice pada berat sekitar 1.200 lbs (544 kg).
Dipeternakan sapi perah hampir bisa dipastikan bahwa penghuni
kandang-kandangnya adalah sebagian besar sapi Friesian. Hal inilah yang
mengakibatkan sebagian besar industri susu pasti menggunakan sapi FH
bentol-bentol hitam putih ini sebagai brand ambasadornya sob...
Sapi Simmental (Fleckfieh, Pie
Rouge) merupakan sapi dengan populasi paling banyak di Eropa bersama-sama dengan
sapi Friesian. Bangsa sapi Simmental ini berasal dari Swiss, akan tetapi terus
dikembangkan juga di Jerman, Austria, Perancis, serta beberapa negara Eropa
timur. Di Jerman dan Austria sapi ini dikenal dengan sebutan Fleckfieh,
sedangkan di Perancis dikenal dengan nama Pie Rouge, sedangkan di Indonesia
dikenal juga dengan sebutan Sapi Metal... barangkali karena lidah peternak
Indonesia lebih mudah menyebut Metal, kurang lebih kira-kira begitu...
hehehe...
Warna tubuh Simmental ini
didominasi warna merah dan putih. Warna merah bervariasi dari kuning muda
sampai merah tua. Bobot dewasa sekitar 1.500 lbs (680 kg) dengan kemampuan
produksi susu yang hampir sama tingginya dengan sapi Friesian. Akan tetapi
karena postur tubuh yang pendek kekar namun padat berisi serta potensi produksi
dagingnya merupakan yang terbaik sehingga akhirnya sapi Simmental ini lebih
banyak dimanfaatkan sebagai sapi potong...
Sapi Limousin mendengar
namanya tentu sudah bisa diduga bahwa sapi bangsa ini berasal dari Perancis.
Cacak juga yakin bahwa sebagian besar dari anda akan tertawa dan bertanya
kenapa kok namanya mirip dengan jenis mobil Limousin yang bentuknya panjang
ramping tersebut bukan? Benar sob, sapi Limousin memiliki postur yang sangat
bagus, tinggi kokoh, panjang dan langsing sehingga banyak dimanfaatkan sebagai
sapi potong... Sapi Limousin berwarna emas bergradasi ke merah muda tanpa
belang atau totol-totol warna putih, dan memiliki ciri khas alis dan warna bulu
mata warna putih... Sapi Limosin sedikit lebih cepat masak secara kelamin
dibandingkan dengan Simmental. Sapi ini termasuk dalam jenis berukuran sedang
dengan berat rata-rata sapi dewasa sekitar 1.300 lbs (589 kg), grade choice
dicapai pada bobot 1.150 lbs (521 kg). Dalam hal cutability, Limousin berada
pada urutan tertinggi. Penampilan Limousin yang sangat berotot mengindikasikan
bahwa cutabilitynya tinggi.
Bangsa-bangsa Zebu
(bos Indicus)
Ciri khas dari Bangsa sapi Zebu
adalah adanya gumba (punuk) di daerah punggung atau diatas pangkal leher,
memiliki telinga lebar, kulit kendor, serta embun pada moncong tampak jelas.
Secara fisiologis sapi Zebu jelas berbeda dengan bangsa sapi lain, terutama
kemampuannya dalam melawan panas dan iklim tropis yang jauh lebih baik dari
pada bangsa sapi lain. Namun demikian bangsa sapi ini lebih mudah terpengaruh
oleh cekaman dingin dari pada bangsa bos taurus. Bangsa Zebu juga lebih mudah
terangsang secara emosi dibandingkan bangsa lain, serta juga terlihat lebih
cerdas. Beberapa bangsa sapi Zebu yang terdapat di India (Asia) dan Afrika
antara lain /; Gir, Kankrey, Ongole, Hariana, Krishna Valley, Boran, Sokoto
Gudali, Red Bororo, Africander, White Fulani, Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi
Jawa, Sapi Ongole, Sapi Grati, dan Sapi Kelantan. Dari sekian banyak sapi Zebu,
yang paling banyak dibudidayakan peternak Indonesia antara lain : Sapi
Peranakan Ongole, Sapi Bali, dan Sapi Madura.
Sapi Peranakan Ongole atau
yang biasa disebut dengan sapi PO adalah hasil persilangan antara sapi Jawa
dengan sapi Ongole yang berasal dari India. Sapi Ongole dibawa ke Jawa pada
permulaan abad ke-20 untuk dipergunakan sebagai tenaga kerja pada tanah
perkebunan tebu. Sapi-sapi tersebut dikawinkan secara tidka teratur dengan sapi
Jawa kemudian menghasilkan jenis yang disebut sapi Peranakan Ongole tersebut.
Ukuran tubuhnya merupakan pertengahan antara kedua bangsa aslinya. Biasanya
sapi ini berwarna putih - kelabu muda, tubuh besar panjang dengan leher pendek,
kepala panjang, panjang telinga sedang dan sedikit menggantung, tanduk pendek
dan gemuk mengarah keluar dan ke belakang, dengan punuk yang lenih kecil dari
pada sapi Ongole. Sapi PO ini digunakan secara luas sebagai tenaga kerja untuk
menggarap suatu lahan pertanian.
Sapi Bali merupakan
keturunan banteng (bos sondaicus) yang telah dijinakkan.sapi ini banyak
terdapat di pulau Bali. Berat jantan dewasa mencapai 800 lbs(363 kg) sedangkan
yang betina sekitar 600 lbs(272 kg). Sapi bali merupakan ternak kerja yang sangat
bagus dan digunakan untuk tujuan yang bermacam-macam. Anak sapi berwarna
cokelat muda. Bulu sapi jantan yang telah dewasa berubah menjadi hitam,
sedangkan yang betina tetap berwarna cokelat muda. Pada bagian pantat terdapat
belang berwarna putih, baik jantan maupun betina mempunyai garis bulu hitam
yang sangat tipis sepanjang bulunya.
Sapi Madura adalah
bangsa sapi yang berasal dari pulau Madura merupakan hasil persilangan antara sapi
Zebu dengan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif lebih kecil daripada sapi
Bali. Namun tanda-tanda karakteristik lainnya hampir sama. Dengan pakan
seadaanya, berat sapi jantan mampu mencapai 550 lbs (249 kg) sedangkan yang
betina 450 lbs(204 kg). Warna bulu pada jantan dan betina sama seperti sapi
Bali betina. Kaki di bawah lutut berwarna putih atau hampir putih, tetapi tidak
sejelas pada sapi Bali.
Bangsa Sapi Brahman
dan Persilangannya
Bangsa sapi Brahman adalah
sapi-sapi Zebu yang dikembangkan di Amerika. Beberapa diantaranya adalah
American Brahman, Gyr, Santa Getrudis, Brangus, Braford, Beef Master, Barzona,
dan Brahmental. Sedangkan yang cukup populer di Indonesia adalah Ammerican
Brahman, Brangus dan Brahmental... kalau dilihat dua nama terakhir cukup jelas
ya sob, ada unsur keturunan dengan sapi Angus dan Simmental....
American Brahman pada mulanya
merupakan campuran tiga bangsa Zebu dari India, yaitu Guzerat, Neloore, dan
Gyr. Menurut perkiraan American Brahman tersusun atas 60% darah Guzerat, 20%
darah Gyr dan Indu Brazil, serta 20% darah Nellore. Dalam American Brahman juga
mengalir darah bangsa Inggris tetapi tidak dapat dipastikan persentasenya...
Bangsa American Brahman ini
dikembangkan karena adanya kebutuhan akan sapi-sapi yang toleran terhadap
lingkungan subtropis di AS bagian selatan karena bangsa-bangsa sapi Inggris
tidak mampu beradaptasi terhadap iklim panas. Sapi Brahman murni mempunyai
fertilitas dan laju pertumbuhan lepas sapih yang rendah. Selain itu, daging
sapi Brahman cenderung mempunyai palatabilitas dan marbling yang rendah
![]() |
Sapi Brangus, hitam
seperti Angus, tinggi dan berpunuk seperti Brahman
|
Brangus mulai dikembangkan antara tahun
1940-1950, dengan 5/8 Angus dan 3/8 Brahman. Sapi jenis ini memiliki tubuh
hitam dan tidak bertanduk. Berat Brangus dewasa sekitar 1.250 lbs (577 kg)
Brahmental atau sering juga
disebut Simbrah merupakan hasil persilangan antara Brahman dengan
Simmental. Bangsa jenis ini masih dalam pengembangan dimana harus mengandung
darah Brahman minimal 25% dan Simmental minimal 37.5% adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda),
Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari
Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).
Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling
cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di IndonesiaadalahFrisienHolstein.
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli
Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu,
masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk
luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan). Sapi-sapi Indonesia
yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan
ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang banyak diekspor ke
Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya
dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman.
Sapi Bali berat badan
mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%. Sapi Aberdeen angus
(Skotlandia) bulu berwarna hitam, tidak bertanduk, bentuk tubuh rata seperti
papan dan dagingnya padat, berat badan umur 1,5 tahun dapat mencapai 650 kg,
sehingga lebih cocok untuk dipelihara sebagai sapi potong. Sapi Simental
(Swiss) bertanduk kecil, bulu berwarna coklat muda atau kekuning-kuningan. Pada
bagian muka, lutut kebawah dan jenis gelambir, ujung ekor berwarna putih.
Sapi Brahman (dari
India), banyak dikembangkan di Amerika. Persentase karkasnya 45%. Keistimewaan
sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan
(rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek
sekalipun. Sapi potong ini juga lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk
serta tahan panas.
4.MANFAAT
Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging dan susu sebagai sumber protein, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan
sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan
meranih gerobak, kotoran sapi juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk
pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat
menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi
lebih gembur dan subur.
Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara
lain:
1) Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat
pinggang, topi, jaket.
2) Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan
perekat/lem, tepung tulang dan barang kerajinan
3) Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan
seperti: sisir, hiasan dinding dan masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan
manusia.
5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Penyiapan Sarana dan
Peralatan
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan. Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan
kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
6.2. Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:
produksi susu tinggi,
umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
bentuk tubuhnya seperti baji,
matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
tiap tahun beranak.
Sementara calon induk yang baik antara lain:
berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
pertumbuhan ambing dan puting baik,
jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
sehat dan tidak cacat.
Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
umur sekitar 4-5 tahun,
memiliki kesuburan tinggi,
daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
berasal dari induk dan pejantan yang baik,
besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
paha rata dan cukup terpisah,
dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.
Prosedur:
Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan. Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.
Perawatan Bibit dan Calon Induk
Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.
Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.
6.3. Pemeliharaan
Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
Perawatan Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar). Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
sistem penggembalaan (pasture fattening)
kereman (dry lot fattening)
kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.
7. HAMA DAN PENYAKIT
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan. Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak. Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan
kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
6.2. Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah:
produksi susu tinggi,
umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
bentuk tubuhnya seperti baji,
matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat,
ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelok-kelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek,
tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
tiap tahun beranak.
Sementara calon induk yang baik antara lain:
berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
pertumbuhan ambing dan puting baik,
jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
sehat dan tidak cacat.
Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
umur sekitar 4-5 tahun,
memiliki kesuburan tinggi,
daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
berasal dari induk dan pejantan yang baik,
besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik,
kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
paha rata dan cukup terpisah,
dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta
sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.
Prosedur:
Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan. Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.
Perawatan Bibit dan Calon Induk
Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.
Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.
6.3. Pemeliharaan
Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
Perawatan Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar). Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
sistem penggembalaan (pasture fattening)
kereman (dry lot fattening)
kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.
7. HAMA DAN PENYAKIT
8. PANEN
8.1. Hasil Utama 7.1. Penyakit
1. Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui
kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar;
(2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat
kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam
yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak
cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika,
mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.
2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit
Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung
melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki
atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening;
(2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun
bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit
diasingkan dan diobati secara terpisah.
3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit
Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya
melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah
membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak;
(3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah
tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam
keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi
antibiotika atau sulfa.
4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam
kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan
mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan
yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
7.2. Pengendalian
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga
kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga
kesehatan sapi adalah:
1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya,
termasuk memandikan sapi.
2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan
segera dilakukan pengobatan.
3. Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan
dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
8.PANEN
8.1. Hasil Utama
8.1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi potong adalah
dagingnya
8.2. Hasil Tambahan
Selain daging yang menjadi hasil budidaya, kulit dan
kotorannya juga sebagai hasil tambahan dari budidaya sapi potong.
9. PASCA PANEN
9.1. Stoving
Ada beberapa prinsip teknis yang harus diperhatikan
dalam pemotongan sapi agar diperoleh hasil pemotongan yang baik, yaitu:
1. Ternak sapi harus diistirahatkan sebelum
pemotongan
2. Ternak sapi harus bersih, bebas dari tanah dan
kotoran lain yang dapat mencemari daging.
3. Pemotongan ternak harus dilakukan secepat
mungkin, dan rasa sakit yang diderita ternak diusahakan sekecil mungkin dan
darah harus keluar secara tuntas.
4. Semua proses yang digunakan harus dirancang untuk
mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme pencemar seminimal mungkin.
9.2. Pengulitan
Pengulitan pada sapi yang telah disembelih dapat
dilakukan dengan menggunakan pisau tumpul atau kikir agar kulit tidak rusak.
Kulit sapi
dibersihkan dari daging, lemak, noda darah atau
kotoran yang menempel. Jika sudah bersih, dengan alat perentang yang dibuat
dari kayu, kulit sapi dijemur dalam keadaan terbentang. Posisi yang paling baik
untuk penjemuran dengan sinar matahari adalah dalam posisi sudut 45 derajat.
9.3. Pengeluaran Jeroan
Setelah sapi dikuliti, isi perut (visceral) atau
yang sering disebut dengan jeroan dikeluarkan dengan cara menyayat karkas
(daging) pada bagian perut sapi.
9.4. Pemotongan Karkas
Akhir dari suatu peternakan sapi potong adalah
menghasilkan karkas berkualitas dan berkuantitas tinggi sehingga recahan daging
yang dapat dikonsumsipun tinggi. Seekor ternak sapi dianggap baik apabila dapat
menghasilkan karkas sebesar 59% dari bobot tubuh sapi tersebut dan akhirnya
akan diperoleh 46,50% recahan daging yang dapat dikonsumsi. Sehingga dapat dikatakan
bahwa dari seekor sapi yang dipotong tidak akan seluruhnya menjadi karkas dan
dari seluruh karkas tidak akan seluruhnya menghasilkan daging yang dapat
dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, untuk menduga hasil karkas dan daging yang
akan diperoleh, dilakukan penilaian dahulu sebelum ternak sapi potong. Di
negara maju terdapat spesifikasi untuk pengkelasan (grading) terhadap steer,
heifer dan cow yang akan dipotong. Karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu
karkas tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong
menjadi sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung.
Potongan tersebut dipisahkan menjadi komponen daging, lemak, tulang dan tendon.
Pemotongan karkas harus mendapat penanganan yang baik supaya tidak cepat
menjadi rusak, terutama kualitas dan hygienitasnya. Sebab kondisi karkas
dipengaruhi oleh peran mikroorganisme selama proses pemotongan dan pengeluaran
jeroan. Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai
dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di
daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang
(loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang
rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck)
lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%,
nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah
daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih
kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih
kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung
dari berat karkas (100%).
Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:
Persentase recahan karkas = Jumlah berat recahan /
berat karkas x 100 %
Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut
edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal
(misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan).
10. ANALISIS
EKONOMI BUDIDAYA SAPI POTONG
10.1.
Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan
analisis budidaya sapi potong kereman setahun di Bangli skala 25 ekor pada
tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Biaya
Produksi
a. Pembelian
25 ekor bakalan : 25 x 250 kg x Rp. 7.800,- Rp. 48.750.000,-
b. Kandang
Rp. 1.000.000,-
c. Pakan
- Hijauan:
25 x 35 kg x Rp.37,50 x 365 hari
-
Konsentrat: 25 x 2kg x Rp. 410,- x 365 hari
Rp.
12.000.000,-
Rp.
7.482.500,-
d. Retribusi
kesehatan ternak: 25 x Rp. 3.000,- Rp. 75.000,-
Jumlah biaya
produksi Rp. 69.307.500,-
2)
Pendapatan
a. Penjualan
sapi kereman
Tambahan
>Rp. 75.000,-
Jumlah biaya
produksi Rp. 69.307.500,-
2)
Pendapatan
a. Penjualan
sapi kereman
Tambahan
berat badan: 25 x 365 x 0,8 kg = 7.300 kg
Berat sapi
setelah setahun: (25 x 250 kg) + 7.300 kg = 13.550 kg
Harga jual
sapi hidup: Rp. 8.200,-/kg x 13.550 kg
Rp.
111.110.000,-
b. Penjualan
kotoran basah: 25 x 365 x 10 kg x Rp. 12,- Rp. 1.095.000,-
Jumlah
pendapatan Rp. 112.205.000,-
3)
Keuntungan
a. Tanpa
memperhitungkan biaya tenaga internal keuntungan Penggemukan 25 ekor sapi
selama setahun. Rp. 42.897.500,-
4) Parameter
kelayakan usaha
a. B/C ratio
= 1,61
10.2.
Gambaran Peluang Agribisnis
Sapi potong
mempunyai potensi ekonomi yang tinggi baik sebagai ternak potong maupun ternak
bibit. Selama ini sapi potong dapat mempunyai kebutuhan daging untuk lokal
seperti rumah tangga, hotel, restoran, industri pengolahan, perdagangan antar
pulau. Pasaran utamanya adalah kota-kota besar seperti kota metropolitan
Jakarta.
Konsumen
untuk daging di Indonesia dapat digolongkan ke dalam beberapa segmen yaitu :
a) Konsumen
Akhir
Konsumen
akhir, atau disebut konsumen rumah tangga adalah pembeli-pembeli yang membeli
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individunya. Golongan ini mencakup porsi
yang paling besar dalam konsumsi daging, diperkirakan mencapai 98% dari
konsumsi total.
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk
betina.
8.2. Hasil Tambahan
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.
8.2. Hasil Tambahan
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.
sumber : artikel tentang budaya ternak sapi potong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar